Mengapa Guru Harus Cerdas dan Bermoral?

Oki Aryono

4/8/20242 min read

Jika Anda seorang ayah atau ibu, tentu Anda sangat berharap putra-putri Anda diajar oleh guru yang cerdas dan bermoral. Mengapa harus cerdas? Karena kita ingin potensi anak bisa optimal atas arahan dan pencerahan sang guru.

Apa jadinya jika gurunya tidak cerdas? Atau justru kompetensi sang gurunya rendah? Bagaimana jika prestasi akademik si guru justru lebih rendah daripada kita sebagai orang tua.

Tentu para orangtua tidak akan rela anak-anaknya diajar dengan metode yang salah ataupun diajar guru yang tidak pandai. Ayah dan ibu mengharapkan anak-anaknya menjadi lebih hebat. Dan sinilah peran guru yang utama.

Karena Guru Itu Juga Ilmuwan

Itulah pentingnya bahwa guru itu harus berasal dari SDM yang unggul. Karena, seorang guru harus melakukan optimalisasi potensi sejumlah siswa dalam satu kelas. Ini membutuhkan analisis yang cermat dan harus dilakukan sosok yang profesional dan teliti.

Guru harus cerdas karena dia membawa misi keilmuan. Sebab, hanya orang cerdik pandailah yang akan mampu melakukan transfer ilmu.

Tidak hanya transfer ilmu, seorang guru itu nyaris seperti ilmuwan. Dalam banyak kesempatan, guru itu melakukan eksperimen di laboratorium bersama para siswa.

Di sinilah garis besarnya: guru harus cerdas. Harus punya kadar keilmuan yang di atas rata-rata dan punya analisis yang jitu untuk mengembangkan potensi para siswanya.

Tanpa Akhlak, Kecerdasan Jadi Senjata Yang Merusak

Namun pandai saja tidak cukup jika tidak sertai akhlak yang baik. Betapa kecerdasan akan sangat membahayakan bila tidak dituntun ketakwaan.

Banyak orang pandai namun justru kepandaiannya dipakai untuk kriminalitas. Ini akan sangat meresahkan masyarakat. Betapa banyak ilmuwan yang kemudian membuat inovasi yang justru menjadi sumber kerusakan dan pertumpahan darah. Naudzubillah.

Tentu para walimurid akan waswas jika ada guru yang buruk moralnya di sekolah tempat anak kita belajar. Bahwa kecerdasan dan keluhuran budi akan menjadi teladan yang baik bagi murid-muridnya.

Doa Guru Yang Tulus Jadi Pengundang Hidayah

Guru yang bermoral akan terus membersihkan jasmani dan rohaninya. Menjaga kemuliaan lisan dan sikapnya. Kebersihan jiwa dan raga guru menjadi cahaya bagi para peserta didiknya.

Guru yang berakhlak mulia akan menunaikan amanah untuk mencintai, merawat, mendidik dan bahkan mendoakan para muridnya.

Bukankah yang membolak-balikkan hati itu hanyalah Allah? Dan doa para guru yang ikhlas-lah yang akan dikabulkan oleh Allah dengan harapan hati murid cenderung kepada kebaikan?

Akhlak Guru Akan Jadi Penerang

Pepatah Arab berbunyi (artinya), “Siapa yang tidak memiliki (sesuatu), maka dia tidak akan mampu memberi.” Jika guru tidak punya akhlak yang baik, maka dia tidak mampu menjadi teladan yang baik bagi para muridnya.

Budi pekerti para guru, kepala sekolah dan pengelola lembaga pendidikan menjadi suluh yang terang bagi jalan panjang siswa-siswi di kemudian hari.

Kiranya kita patut mengambil inspirasi dari pendiri Pondok Pesantren Gontor yang meletakkan nilai-nilai penting aspek jiwa sang guru.

At-thariqah ahammu mina-l-maddah, wa al-mudarris ahammu mina-t-thariqah, wa ruhu-l-mudarris ahammu mina-l-mudarris nafsihi.

‘Cara atau metode itu lebih penting dari pada materi (materi pengajaran), dan guru lebih penting dari metode, dan ruh (jiwa ) seorang guru itu lebih penting daripada guru itu sendiri.’

Ditulis oleh Oki Aryono, jurnalis lepas, tinggal di Sidoarjo, Jawa Timur. Tulisan ini merupakan ramuan dari berbagai sumber yang inspirasinya berasal dari arahan Dr.(HC).Ir. Abdulkadir Baraja, Dewan Pembina Yayasan Guru Mulia Indonesia.