Mengapa Harus Guru Mulia Indonesia?

Oki Aryono

4/8/20244 min baca

For finally, just a country is as good as its citizens, so its citizens are finally, only as good as their teachers ‘Pada akhirnya, suatu negara akan maju tergantung dari kualitas warga negaranya, maka kualitas warga negara akan bergantung pada kualitas guru mereka’ (Lee Kuan Yew, PM Singapura 1959-1990)

Jika menilik kondisi Singapura, tentu bisa menjadi pelajaran sangat berharga bagi Indonesia. Singapura menyadari bahwa negerinya bagaikan little red dot (noktah merah). Luasnya tak lebih besar dari Provinsi DKI Jakarta dan tidak banyak sumber alam yang bisa diolah.

Belajar Dari Singapura, Ranking 2 Dunia Bidang Pendidikan

Dengan minimnya sumber daya alam, maka Singapura harus menjadikan warga negaranya sebagai sumber daya yang unggul. Sehingga negeranya menjadi negara yang dipercaya banyak negara dan menjadi pusat perdagangan Asia bahkan dunia.

Economist Intelligence Unit dalam “Indeks Kualitas Hidup” menempatkan Singapura pada peringkat satu kualitas hidup terbaik di Asia dan kesebelas di dunia. Singapura memiliki cadangan devisa terbesar kesembilan di dunia (Wikipedia: Singapura).

Perusahaan raksasa dunia memilih Singapura sebagai basisnya untuk wilayah Asia Pasifik. Bahkan hingga 2022 saja, ada kantor perusahaan yang baru berdiri di Singapura, yang sebagian besar berasal dari RRC akibat ketatnya aturan Covid-19 di RRC dan makin besarnya tekanan otoritas RRC terhadap konglomerat.

Rahasia di balik kemajuan ekonomi Singapura adalah warga negara yang professional yang merupakan hasil dari proses pendidikan yang baik yang ditunjang SDM guru yang berkualitas.

Singapura merupakan salah satu negara dengan kualitas pendidikan terbaik di dunia. Hasil dari PISA 2018, menempatkan Singapura sebagai negara dengan kualitas pendidikan nomor dua di dunia di bawah RRC (Bagaimana Singapura Menghasilkan Kualitas Guru, ditulis oleh V. Enda Wulandari, Atase Pendidikan & Kebudayaan KBRI SINGAPURA, 2021, hlm. 8).

Hal ini membuat Singapura menjadi negara dengan kualitas pendidikan terbaik di Kawasan Asia Tenggara selama 15 tahun terakhir (Davie, 2020). Sementara itu, peringkat Indonesia masih berada peringkat 71.

Singapura menerapkan kebijakan pendidikan yang sentralistik dengan MoE (Minister of Education atau Kementerian Pendidikan) sebagai pusatnya.

MoE menetapkan tujuan pendidikan nasional, kurikulum dan ujian nasional, menetapkan pedoman pendidikan dan pengembangan profesional guru, hingga rekrutmen para guru dan tenaga kependidikan.

Selain itu didukung pula oleh para ahli di bidang pendidikan dari National Institute of Education (NIE) yang merupakan institut otonom di bawah Nanyang Technological University (NTU) yang merupakan perguruan tinggi dengan kualitas dunia. QS World Ranking menempatkan NTU pada perguruan tinggi ranking 11 di dunia dan NIE sebagai lembaga pendidikan guru terbaik kedua di dunia.

Begini Cara Singapura Merekrut, Mendidik dan Memberi Gaji Guru

Guru di Singapura merupakan profesi yang dihormati dan dihargai. Citra ini dibangun oleh pemerintah melalui proses rekrutmen yang ketat dan pemberian gaji, tunjangan dan bonus yang sangat besar bagi guru.

Penghasilan guru di Singapura termasuk tinggi. Gaji maksimum yang bisa diterima oleh guru sekolah menengah bahkan dua kali lipat dari GDP Singapura (NCEE, 2020).

Bahkan saat masih menjalani pendidikan di NIE, GOE (yaitu mahasiswa NIE yang sudah mendapat ikatan dinas) sudah menerima gaji yang disesuaikan dengan jenis program, level pendidikan saat masuk, serta prestasi selama menjalani studi (Bautista etal., 2015; National Institute of Education, 2013; NCEE, 2020).

Pada saat mereka lulus dan mengajar, level gaji guru yang baru memulai karir di sekolah sama dengan gaji para insinyur atau akuntan yang baru memulai karirnya (O.-S. Tan & Liu, 2017).

Para calon guru harus mendaftar ke NIE/NTU secara online. Ada tiga hasil yang mungkin didapatkan oleh pendaftar dalam proses ini: gagal, diterima tanpa beasiswa, dan diterima dengan beasiswa.

Mereka yang diterima tanpa beasiswa wajib membayar sendiri seluruh biaya pendidikan maupun biaya lainnya di NIE serta tidak dijamin pekerjaan setelah lulus.

Fasilitas Istinewa Sejak Masih Kuliah Keguruan

Sementara itu, mereka yang diterima sebagai mahasiswa keguruan dengan beasiswa, secara otomatis menjadi aparatur sipil negara bidang pendidikan yang disebut General Officer of Education (GOE) yang semua biaya pendidikan dan biaya lainnya ditanggung oleh MoE.

Selain itu, mereka juga diberikan keistimewaan untuk tinggal di asrama NTU, mendapatkan gaji setara 60 persen dari gaji guru yang sudah mengajar, serta memiliki ikatan dinas dengan MoE selama tiga hingga empat tahun setelah lulus sesuai dengan program pendidikannya (Bautista et al., 2015).

Dengan sistem rekrutmen dan remunerasi seperti ini tak heran maka kualitas guru di Singapura pun sangat baik. Karena, memang berasal dari SDM yang unggul (hasil seleksi ketat) dan mendapat gaji yang tinggi.

Dengan penghargaan istimewa dari negara seperti inilah, maka tak heran jika Singapura masih punya bahan baku yang unggul sebagai calon-calon guru terbaik di masa depan.

Bagaimana dengan Indonesia?

Namun kita menyaksikan pemandangan terbalik negeri kita. Hampir dipastikan tidak ada anak muda cerdas yang berminat menjadi guru. Tak hanya anak muda yang enggan menjadi guru, namun para orangtua di negeri ini mencegah anaknya menjadi guru.

Survei diterbitkan oleh lembaga nirlaba bidang pendidikan Varkey Foundation, penyelenggara Global Teacher Prize, menyebutkan di Cina, India dan Ghana, jumlah orang tua yang mendorong anak-anak mereka untuk menjadi guru sangat tinggi (BBC.com: Di mana saja guru dianggap profesi terhormat? Bagaimana dengan Indonesia? dimuat pada 26-11-2018). Sedangkan di negara lain justru mencegah anaknya menjadi guru.

(sumber: https://www.bbc.com/indonesia/majalah-46340615 )

Di Indonesia pun demikian. Kini banyak orang tua tidak mengizinkan anaknya untuk menjadi guru. Bagi orang tua di Indonesia, kuliah program studi keguruan bukanlah jurusan favorit.

Hanya 11 Persen Anak Muda Yang Berminat Jadi Guru

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kemendikbud, Totok Suprayitno mengatakan, dari jumlah responden yang diuji, hanya 11 persen saja yang tertarik menjadi guru di masa mendatang.

Dari 11 persen itu pun, siswa yang tertarik menjadi guru didominasi perempuan dan rata-rata memiliki nilai UN di bawah rata-rata (medcom.id: Minat Jadi Guru Turun, Bagaimana Trennya di Negara Maju? dimuat pada 9-5-2019).

sumber: https://www.medcom.id/pendidikan/news-pendidikan/9K5EZp1K-minat-jadi-guru-turun-bagaimana-trennya-di-negara-maju

Mayoritas siswa memilih profesi yang lebih menjanjikan dari segi finansial di masa depan. Seperti menjadi pengusaha dan profesi sebagai YouTuber yang kini digandrungi kalangan milenial. Profesi guru kurang diminati siswa.

Guru Berkualitas Makin Langka, Masa Depan Tampak Suram

Tak ayal, kita sedang mengalami kelangkaan guru yang berkualitas. Jika tidak segera diperbaiki, mutu pendidikan Indonesia makin terpuruk. Kita khawatir ini menimbulkan generasi penerus yang tidak kompetitif di masa depan.

Ke depan persaingan yang akan dialami oleh anak cucu kita bukannya bersaing dengan orang-orang lokal, tapi akan bersaing dengan orang-orang dari negara lain yang kualitasnya di atas kita.

Kita sangat resah jika anak cucu kita akan terpinggirkan di negerinya sendiri karena tidak mampu berkompetisi dengan SDM unggul dari luar.

Langkah Yang Ditempuh Untuk Memperbaiki

Oleh karena itu, Yayasan Guru Mulia Indonesia telah dan sedang menyusun sejumlah program sebagai solusinya:

  1. Membentuk lembaga yang akan bergerak di bidang rekrutmen calon guru, pelatihan guru, penugasan tenaga pengajar dan bidang penggalangan dana sosial.

  2. Membentuk badan assessor di bawah yayasan yang bertugas menyeleksi calon guru dengan sejumlah rangkaian tes.

  3. Membentuk badan diklat guru dan diklat calon guru, di bawah yayasan yang bertugas, yang dirancang oleh para pakar keguruan dari dalam dan luar negeri

  4. Membentuk badan dana, di bawah yayasan, yang bertugas melakukan penggalangan donasi dari orang per orang maupun dari lembaga donor.

  5. Membentuk unit kerja bidang media untuk melakukan kampanye penggalangan dana dari publik untuk berpartisipasi dalam mengatasi kelangkaan guru berkualitas.